
Jawa Barat — Masalah pangan selalu menjadi persoalan setiap tahun di berbagai daerah, termasuk Jawa Barat. Beragam masalah pangan yang muncul meliputi kenaikan harga, gangguan distribusi, hingga stok pangan yang kurang memadai. Kondisi terbaru menunjukkan bahwa harga beras, yang merupakan makanan pokok utama masyarakat, mengalami kenaikan di banyak daerah.
Beras sebagai sumber karbohidrat pokok yang dibutuhkan masyarakat merupakan komponen vital dalam pemenuhan gizi. Oleh karena itu, antisipasi terhadap gangguan harga, pasokan, maupun suplai sangat penting agar kebutuhan masyarakat terpenuhi dengan baik.
“Solusi konkret untuk masalah ini perlu diupayakan melalui diversifikasi pangan, dan solusinya harus disosialisasikan kepada seluruh masyarakat,” jelas Ir. Prasetyawati, MM, Anggota Fraksi Partai Gerindra Persatuan DPRD Jawa Barat dari Daerah Pemilihan Kabupaten Bogor, dalam keterangannya kepada media baru-baru ini.
Prasetyawati menambahkan bahwa diversifikasi pangan telah memiliki dasar regulasi yang kuat. Pemerintah Provinsi Jawa Barat bersama DPRD Jawa Barat telah mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) tentang Kemandirian Pangan. Perda ini telah diterbitkan pada tahun 2012, dengan nomor 4 Tahun 2012, dan merupakan dasar penting untuk mengatasi berbagai persoalan pangan.
“Melalui Perda tersebut, kita dapat mengantisipasi persoalan pangan yang terjadi di masyarakat serta merujuk pada petunjuk yang ada untuk menyusun strategi mengatasi kerawanan pangan, salah satunya melalui diversifikasi pangan,” jelas Prasetyawati.
Lebih lanjut, Prasetyawati menekankan pentingnya implementasi Perda tentang Kemandirian Pangan di seluruh Kabupaten/Kota di Jawa Barat. Khusus untuk Kabupaten Bogor, yang memiliki jumlah penduduk terbesar di Jawa Barat dengan lebih dari 3 juta jiwa, langkah strategis harus disusun untuk menjaga ketersediaan pangan.
Kabupaten Bogor juga menghadapi tantangan besar, termasuk bencana alam seperti banjir, yang dapat mengganggu pasokan pangan, khususnya yang berasal dari sektor hortikultura di kawasan Tamansari. Berdasarkan data akhir 2023, banjir telah merusak sekitar 27.000 hektar areal sawah di Kabupaten Bogor, yang berujung pada gagal panen.
Dengan kondisi ini, Prasetyawati menyatakan bahwa pemerintah daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten, perlu menyusun strategi yang masif untuk mendukung keberhasilan program diversifikasi pangan. Diversifikasi pangan diatur dalam Pasal 3 Perda tentang Kemandirian Pangan, yang sejalan dengan potensi pengembangan pangan di setiap wilayah.
Di Kabupaten Bogor, dengan agribisnis yang masih berkembang, diversifikasi pangan perlu diarahkan pada sumber pangan non-beras. Prasetyawati menyatakan bahwa Perda tentang Kemandirian Pangan harus disebarluaskan secara luas kepada masyarakat agar kesadaran akan pentingnya diversifikasi pangan semakin meningkat.
Prasetyawati juga menyoroti bahwa ketergantungan masyarakat pada beras masih sangat tinggi. Oleh karena itu, perlu dilakukan sosialisasi secara terus-menerus untuk membangun pemahaman tentang pentingnya konsumsi pangan bergizi non-beras.
Dalam keterangannya, Prasetyawati menambahkan bahwa pengembangan diversifikasi pangan juga membutuhkan sarana dan prasarana, terutama ketersediaan lahan. Pemerintah daerah dapat bekerja sama dengan dunia usaha, seperti BUMN yang mengelola lahan perkebunan, untuk memanfaatkan lahan yang tidak digunakan. Lahan-lahan tersebut dapat dialokasikan untuk menanam tanaman pangan non-beras.
“Prinsip menjaga lingkungan dalam mengembangkan pertanian di lahan kosong harus tetap diperhatikan, sehingga kita bisa mengantisipasi potensi kerusakan lingkungan,” tutup Prasetyawati.
Leave a Reply