Opini Surat Edaran Gapura Panca Waluya : Falsafah dalam Langkah Catur Bapa Aing

Opini : Gapura Panca Waluya : Falsafah dalam Langkah Catur Bapa Aing

oleh


Oleh: Hasbie RM

Langkah politik yang visioner tidak semata diukur dari kebijakan teknokratik atau retorika populis. Lebih dari itu, ia tampak dari keberanian dalam merumuskan arah pembangunan jangka panjang, membentuk budaya tata kelola, dan menanamkan nilai-nilai yang mengakar dalam praksis pemerintahan. Sejak awal masa jabatannya sebagai Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi (KDM) telah menunjukkan kecenderungan khas. Ia membumikan visi besar melalui pendekatan yang sering melampaui kebiasaan birokratik—dengan muatan filosofis dan kepekaan kultural yang kuat.

Karena itu, ketika ia menerbitkan Surat Edaran Gubernur Jawa Barat Nomor 43/PK.03.04/KESRA tentang Langkah Pembangunan Pendidikan Jawa Barat Menuju Terwujudnya Gapura Panca Waluya, kebijakan ini layak dibaca bukan sekadar sebagai produk administratif. Ia merupakan langkah strategis yang merumuskan pendekatan falsafah Sunda ke dalam ranah pedagogik. Dengan kata lain, ini adalah artikulasi proyek peradaban: membentuk manusia Jawa Barat masa depan yang unggul secara intelektual, moral, dan sosial.

Antara Bonus Demografi dan Krisis Karakter

Sebagai provinsi dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia, isu pengembangan sumber daya manusia (SDM) menjadi sangat krusial bagi Jawa Barat. Terutama, dalam menghadapi fenomena bonus demografi yang diproyeksikan terjadi pada periode 2020–2030. Pada fase ini, dominasi kelompok usia produktif memberikan peluang strategis bagi pertumbuhan ekonomi. Namun, tanpa kebijakan transformatif, potensi ini dapat berbalik menjadi beban sosial—seperti tingginya angka pengangguran atau melemahnya jati diri generasi muda.

Menurut data BPS Jawa Barat tahun 2022, sekitar 32% penduduk—sekitar 15,8 juta jiwa—berada dalam kelompok usia 0–19 tahun. Angka ini menegaskan bahwa investasi pada generasi muda bukan hanya prioritas moral, tetapi juga kebutuhan struktural. Oleh karena itu, kebijakan dalam Surat Edaran tersebut merupakan respons strategis atas tantangan tersebut. Selain itu, kebijakan ini juga menguatkan implementasi agenda prioritas dalam RPJMD Jawa Barat (2018–2023), yang menempatkan kesehatan, pendidikan, dan ekonomi sebagai fondasi pembangunan.

Lebih jauh, KDM tidak melihat bonus demografi sebagai isu statistik belaka. Ia memaknainya sebagai panggilan sejarah untuk melahirkan generasi unggul yang cageur, bageur, bener, pinter, singeryakni sehat, baik, benar, pintar, dan cekatan. Nilai-nilai ini, yang terkandung dalam falsafah Sunda Gapura Panca Waluya, bukan sekadar jargon. Ia menjadi kerangka etis dan praktikal yang ditanamkan melalui kebijakan publik secara sistemik.

Pendidikan Modal Pembangunan Sumber Daya Manusia

Surat Edaran ini menandai pergeseran paradigma dalam pembangunan SDM Jawa Barat. Ia menggeser pendekatan teknokratik menjadi pendekatan berbasis nilai lokal. Dalam konteks ini, KDM tidak sekadar mengelola pendidikan sebagai tugas administratif. Ia menjadikannya ruang formasi karakter dan identitas budaya yang kuat.

Kebijakan ini terdiri dari sembilan poin utama:

  1. Fasilitas Sekolah yang LayakTermasuk pembangunan toilet per kelas dan peningkatan infrastruktur demi kenyamanan belajar.

  2. Peningkatan Kualitas GuruMelalui pelatihan untuk mendampingi perkembangan karakter siswa, bukan sekadar capaian akademik.

  3. Penghapusan Study Tour MahalDigantikan dengan kunjungan ke industri lokal dan kegiatan edukatif berbasis inovasi.

  4. Pembatasan Kegiatan SeremonialUntuk mencegah pemborosan anggaran pada aktivitas simbolik.

  5. Program Makan Bergizi dan MenabungEdukasi kesehatan dan literasi finansial sejak dini.

  6. Transportasi AmanMelarang siswa tanpa SIM mengendarai motor sebagai bentuk disiplin dan perlindungan.

  7. Penguatan EkstrakurikulerSeperti Pramuka dan PMR untuk menanamkan semangat kebersamaan dan nasionalisme.

  8. Pembinaan Pelajar BermasalahMelibatkan TNI/Polri secara selektif dan dengan persetujuan orang tua.

  9. Pendalaman Nilai Spiritual dan MoralUntuk memperkuat aspek keagamaan dan etika pribadi.

Dengan demikian, kebijakan ini bukan hanya soal pengaturan teknis, melainkan narasi besar yang mencerminkan visi pendidikan berbasis nilai. Sebagaimana ditegaskan dalam redaksinya: Pendidikan merupakan sarana strategis dalam pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing menuju masyarakat Jawa Barat yang sejahtera lahir dan batin.

Membangun Sistem Pendidikan Berbasis Falsafah Lokal

Melalui kebijakan dalam Surat Edaran tersebut, KDM tidak sedang membentuk sistem pendidikan dari nol. Ia merumuskan narasi ideologis yang berpijak pada falsafah lokal Sunda. Sekolah, dalam pandangannya, bukan pabrik nilai akademik semata, melainkan ruang pembentukan manusia seutuhnya. Nilai-nilai seperti cageur dan pinter kini diberi tempat sebagai elemen kebijakan struktural.

Dengan demikian, pendidikan tidak lagi hanya berbicara tentang indikator capaian. Ia menjadi sarana pembentukan arah, makna, dan identitas generasi masa depan. Hal ini menjadikan pendekatan KDM berbeda dari program pendidikan konvensional yang bersifat adaptif terhadap arus global.

Menavigasi Pro dan Kontra: Politik Nilai vs. Administrasi Praktis

Sebagaimana kebijakan transformatif lainnya, kebijakan ini menimbulkan dialektika publik. Di satu sisi, banyak pihak mengapresiasi langkah ini karena berhasil mengangkat kembali substansi pendidikan sebagai ruang pembentukan karakter. Banyak orang tua juga mendukung pelarangan kegiatan sekolah yang konsumtif.

Namun di sisi lain, kritik tetap muncul. Beberapa mempertanyakan kesiapan satuan pendidikan, kemungkinan tumpang tindih dengan regulasi pusat, serta keterlibatan institusi non-pendidikan dalam pembinaan siswa. Meski demikian, di sinilah terlihat karakteristik politik KDM: ia bertindak terlebih dahulu dan membiarkan proses evaluasi berjalan kemudian. Pendekatan ini memperlihatkan keberanian di tengah stagnasi birokrasi yang cenderung kompromistis.

Gapura Panca Waluya: Antara Populisme dan Progresivisme

Kebijakan ini menunjukkan bahwa KDM tidak bermain aman. Ia menawarkan arah baru, berani mengambil risiko politik, dan memperkenalkan kerangka kerja yang memadukan kearifan lokal dengan visi progresif. Dalam kajian akademik, pendekatan ini bisa dibaca sebagai bentuk local wisdom-based governance: menjadikan nilai budaya sebagai dasar perumusan kebijakan publik.

Ia tidak memulai dari struktur kurikulum atau kelembagaan, tetapi dari tatanan nilai. Dengan demikian, pendidikan digeser dari pertanyaan apa yang diajarkan” menjadi siapa yang dibentuk.” Di tengah pembangunan fisik (hard infrastructure) yang terus berlangsung, strategi ini mengisi ruang pembangunan manusia (soft infrastructure) yang lebih fundamental.

Pendidikan sebagai Proyek Peradaban

Akhirnya, efektivitas kebijakan ini memang akan diuji oleh waktu. Evaluasi, koreksi, dan adaptasi tentu diperlukan. Namun satu hal telah dibuktikan: pendidikan dapat menjadi arena politik nilai. Ia bukan semata alat administratif, melainkan strategi jangka panjang dalam membentuk manusia unggul Jawa Barat.

Dalam konteks bonus demografi dan persaingan global, keberanian KDM untuk menanamkan nilai-nilai lokal dalam sistem pendidikan merupakan langkah monumental. Gapura Panca Waluya bukan sekadar kebijakan pendidikan. Ia adalah proyek peradaban. Sebuah langkah catur seorang Bapa Aingpemimpin yang tidak hanya memberikan perintah, tetapi membimbing menuju masa depan yang berakar dan bernilai.

Editor : Rifai

Baca Juga : OPINI DADDY ROHANADY: SOLUSI TURBULENSI APBD JABAR JILID 2

 


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *